
Begitu juga dengan diri kita terhadap dosa. Pertama kali berbuat dosa, diri yang fitri akan bergetar takut. Rasa takut ini akan berkurang apabila dosa yang sama diulang kedua kalinya. Dan, akan terus berkurang pada pengulangan ketiga, keempat, sampai akhirnya pekerjaan dosa itu menjadi biasa, menjadi adat dan kebiasaan.
Imam Hasan Al Bashri berkata, ”Yang aku takutkan adalah apabila hati kita telah terbiasa dengan dosa-dosa. Hati adalah bagian yang sangat peka dalam diri manusia, tetapi kepekaan ini akan hilang dengan dosa yang berulang-ulang.”
Dengan jelas Rasulullah saw juga telah menggambarkan hilangnya kepekaan hati. Hati itu, kata Rasulullah saw, pada awalnya ibarat kain putih tanpa noda. Bila seseorang melakukan dosa maka akan ada titik hitam pada hati itu. Jika dia bertobat, maka titik hitam itu akan dihapus dan hatinya kembali putih. Tapi, bila tidak dan dia kembali mengulang berbuat dosa maka titik hitam itu ditambah lagi sampai akhirnya hatinya menjadi hitam legam. Hati seperti ini tidak lagi peduli dengan kemungkaran dan tidak lagi mengenal kebajikan. Inilah hati yang disebut Alquran sebagai al Qulub al Qosiyah, yang lebih keras dari batu sekalipun.
Secara lebih jelas dapat dirinci fase-fase hati menjadi qosiyah (keras membatu) sebagaimana dijelaskan Alquran. Pertama, dimulai dengan lupa dzikir kepada Allah karena dikuasai setan: ”Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah,” (QS 58:19). Kedua, karena lupa kepada Allah maka Allah lupakan mereka kepada diri mereka sendiri: ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri,” (QS.59:19). Ketiga, kemudian setan akan menjadi teman paling dekatnya: ”Barang siapa yang berpaling dari dzikrullah maka akan Aku jadikan setan sebagai teman yang selalu menyertainya,” (QS.43:36).
Keempat, setan ini akan menghiasi semua perbuatan mungkar yang dilakukan sehingga nampak baik dan benar baginya: ”… Dan setan pun menghiasi bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka,” (QS.29:38). Kelima, karena itu semua maka hati mereka mengeras bagai batu bahkan lebih keras daripada batu.
Tetapi yang lebih berbahaya dari hilangnya kepekaan hati terhadap dosa adalah hilangnya kepekaan atas azab Allah. Sering orang tak tahu bahwa ia sedang diazab Allah karena dosanya. Azab ini bisa berbentuk musibah, bencana, krisis, dan sebagainya, tetapi juga bisa berbentuk kenikmatan duniawi.
Ibnu Qoyim berkata, ”Ketahuilah sebesar-besar cobaan adalah kegembiraan karena berhasil berbuat dosa dan sebesar-besar azab adalah ketika manusia tidak merasa sedang diazab.’‘ (By Ahmad Hatta-Republika)